Sejarah Islam - Biografi Ibnu Sina Ilmuwan Muslim
Biografi Ibnu Sina Bapak Kedokteran Modern
Abu 'Ali al-Husain Ibnu Sina lebih dikenal di Eropa dengan nama Latin “Avicenna.” Ibnu Sina mungkin yakni filsuf paling penting dalam tradisi Islam dan sanggup dibilang filsuf paling kuat di era pra-modern.
Lahir di Afshana bersahabat Bukhara di Asia Tengah saat ini (di Uzbekistan) kemudian sebuah kota terkemuka di Persia (Iran.) pada sekitar 980-1037, Ibnu Sina paling dikenal sebagai polymath (seseorang yang mempunyai pengetahuan atau pembelajaran luas).
Pada usia dini, keluarganya pindah ke Bukhara di mana ia berguru ilmu aturan Hanafi dengan Isma'il Zahid dan pada sekitar 13 tahun Ibnu Sina berguru kedokteran dengan sejumlah guru.
Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina menunjukan dirinya sebagai dokter yang dihormati. Selain berguru kedokteran, Ibnu Sina juga mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk mempelajari fisika, ilmu alam, dan metafisika.
Sebagai dokter yang pekerjaan utamanya yakni Canon (al-Qanun fi'l-Tibb) terus diajarkan sebagai buku teks medis di Eropa dan di dunia Islam hingga periode modern awal.
Sebagai seorang filsuf yang pekerjaan utamanya untuk menyembuhkan (al-Shifa ') mempunyai dampak yang menentukan pada periode skolastik Eropa dan terutama pada Thomas Aquinas (w. 1274).
Terutama filsuf metafisik yang berkepentingan dengan pemahaman eksistensi diri di dunia ini dalam hubungannya dengan kontingensi, filosofi Ibnu Sina yakni upaya untuk membangun sistem yang koheren dan komprehensif yang sesuai dengan tuntutan agama dari budaya Muslim.
Dengan demikian, Ibnu Sina sanggup dianggap sebagai filsuf Islam besar pertama. Ruang filosofis yang Ibnu Sina artikulasikan untuk Tuhan sebagai Eksistensi Yang Diperlukan meletakkan dasar bagi teori-teorinya perihal jiwa, intelek dan kosmos.
Lebih jauh lagi, Ibnu Sina mengartikulasikan pengembangan dalam usaha filosofis dalam Islam klasik jauh dari keprihatinan apologetis untuk membangun kekerabatan antara agama dan filsafat terhadap upaya untuk menciptakan rasa filosofis dari doktrin-doktrin agama utama dan bahkan menganalisis dan menafsirkan Al-Qur'an.
Avicenna (Ibn Sina) yakni seorang dokter dan filsuf Persia yang sangat menghipnotis filsafat Islam Abad Pertengahan, sementara sintesis Yunani kuno dan teologinya juga mempunyai imbas besar pada pemikiran Barat, terutama para filsuf Nasrani kurun pertengahan.
Avicenna bekerja selama apa yang disebut Zaman Keemasan Islam yang ditandai oleh pengetahuan tingkat lanjut yang melampaui yang di Barat. Ekspansi teritorial dari kekhalifahan Abbasiyah Arab selama waktu itu memberi para ulama Muslim jalan masuk ke pengetahuan yang luas termasuk dari peradaban kuno Yunani-Romawi, Bizantium, India, Mesir dan Persia yang menjadi sanggup diakses oleh para sarjana Barat hanya di Abad Pertengahan dan Awal Periode Modern.
Studi-studi selesai kurun ke-20 telah berusaha menempatkannya dalam tradisi Aristoteles dan Neoplatonik. Hubungannya dengan yang kedua yakni ambivalen: meskipun mendapatkan beberapa aspek kunci menyerupai kosmologi emanasionis, ia menolak epistemologi Neoplatonik dan teori jiwa yang sudah ada sebelumnya.
Namun, metafisikanya sangat bergantung pada sintesis "Amonnian" dari para komentator di kemudian hari perihal Aristoteles dan diskusi dalam teori aturan dan kalam perihal makna, penandaan dan keberadaan.
Selain filsafat, donasi Avicenna lainnya terletak di bidang kedokteran, ilmu alam, teori musik, dan matematika. Dalam ilmu-ilmu Islam ('ulum), Ibnu Sina menulis serangkaian komentar pendek pada ayat-ayat dan bab-bab Al-Qur'an tertentu yang mengungkapkan metode hermeneutis filsuf terlatih dan berusaha untuk berdamai dengan wahyu.
Pengetahuannya perihal obat-obatan dibawa ke perhatian Nuh ibn Mansur, Sultan Bukhara dari Pengadilan Samanid, yang ia diperlakukan dengan sukses.
Pada 997, Avicenna dipekerjakan sebagai dokter oleh Nun ibn Mansur, dan ia diizinkan untuk memakai perpustakaan sultan dan manuskrip langka yang memungkinkannya melanjutkan penelitiannya.
Pelatihan ini dan perpustakaan para dokter di pengadilan Samanid membantunya dalam pendidikan-sendiri filosofisnya. Perpustakaan kerajaan sultan dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia kurun pertengahan ketika itu.
Ibnu Sina juga menulis beberapa alegori sastra perihal nilai filosofisnya, beasiswa kurun ke-20 dan kurun ke-21, sangat bertentangan. Pengaruhnya di Eropa Abad Pertengahan menyebar melalui terjemahan karya-karyanya yang pertama kali dilakukan di Spanyol.
Di dunia Islam, dampaknya pribadi dan mengarah pada apa yang disebut Michot "la pandémie avicennienne." Ketika al-Ghazali memimpin serangan teologis terhadap bidat para filosof.
al-Ghazali menentukan Avicenna, dan satu generasi kemudian ketika Shahrastani mengatakan klarifikasi perihal doktrin para filosof Islam, al-Ghazali mengandalkan karya Avicenna, yang metafisika kemudian mencoba untuk membantah dalam perjuangannya melawan para filsuf (Musari'at al-falasifa).
Metafisika Avicennan menjadi dasar untuk diskusi filsafat Islam dan teologi filosofis. Pada awal periode modern di Iran, posisi metafisiknya mulai ditampilkan oleh modifikasi kreatif yang mereka alami alasannya yakni para pemikir dari sekolah Isfahan, khususnya Mulla Sadra (w. 1641).
Ibnu Sina menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Hamadan, di mana ia menyusun 'Canon of Medicine', yang merupakan salah satu buku paling populer dalam sejarah kedokteran.
Setelah janjkematian emir Hamadan, Avicenna menulis surat kepada penguasa Isfahan dan menunjukkan kepadanya pelayanannya. Ketika emir gres mengetahui perihal suratnya kepada penguasa Isfahan, ia memenjarakannya.
Dia alhasil dibebaskan dari penjara tetapi ia memutuskan untuk melarikan diri. Menyamar sebagai petapa Sufi, Avicenna, saudaranya, seorang mahasiswa dan dua budak meninggalkan kota dan datang di Isfahan pada tahun 1025.
Di Isfahan, filsuf Persia disambut hangat oleh penguasa kota. Dia menghabiskan 12 tahun terakhirnya dalam kedamaian yang relatif, melayani penguasa kota sebagai penasihat dan dokternya serta bekerja secara ekstensif di banyak sekali cabang pengetahuan. Dia meninggal alasannya yakni kolik yang parah pada 1037, berusia hanya 58 tahun.
Sumber https://profilbintangdunia.blogspot.com/
Abu 'Ali al-Husain Ibnu Sina lebih dikenal di Eropa dengan nama Latin “Avicenna.” Ibnu Sina mungkin yakni filsuf paling penting dalam tradisi Islam dan sanggup dibilang filsuf paling kuat di era pra-modern.
Lahir di Afshana bersahabat Bukhara di Asia Tengah saat ini (di Uzbekistan) kemudian sebuah kota terkemuka di Persia (Iran.) pada sekitar 980-1037, Ibnu Sina paling dikenal sebagai polymath (seseorang yang mempunyai pengetahuan atau pembelajaran luas).
Pada usia dini, keluarganya pindah ke Bukhara di mana ia berguru ilmu aturan Hanafi dengan Isma'il Zahid dan pada sekitar 13 tahun Ibnu Sina berguru kedokteran dengan sejumlah guru.
Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina menunjukan dirinya sebagai dokter yang dihormati. Selain berguru kedokteran, Ibnu Sina juga mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk mempelajari fisika, ilmu alam, dan metafisika.
Sebagai dokter yang pekerjaan utamanya yakni Canon (al-Qanun fi'l-Tibb) terus diajarkan sebagai buku teks medis di Eropa dan di dunia Islam hingga periode modern awal.
Sebagai seorang filsuf yang pekerjaan utamanya untuk menyembuhkan (al-Shifa ') mempunyai dampak yang menentukan pada periode skolastik Eropa dan terutama pada Thomas Aquinas (w. 1274).
Terutama filsuf metafisik yang berkepentingan dengan pemahaman eksistensi diri di dunia ini dalam hubungannya dengan kontingensi, filosofi Ibnu Sina yakni upaya untuk membangun sistem yang koheren dan komprehensif yang sesuai dengan tuntutan agama dari budaya Muslim.
Lebih jauh lagi, Ibnu Sina mengartikulasikan pengembangan dalam usaha filosofis dalam Islam klasik jauh dari keprihatinan apologetis untuk membangun kekerabatan antara agama dan filsafat terhadap upaya untuk menciptakan rasa filosofis dari doktrin-doktrin agama utama dan bahkan menganalisis dan menafsirkan Al-Qur'an.
Avicenna (Ibn Sina) yakni seorang dokter dan filsuf Persia yang sangat menghipnotis filsafat Islam Abad Pertengahan, sementara sintesis Yunani kuno dan teologinya juga mempunyai imbas besar pada pemikiran Barat, terutama para filsuf Nasrani kurun pertengahan.
Avicenna bekerja selama apa yang disebut Zaman Keemasan Islam yang ditandai oleh pengetahuan tingkat lanjut yang melampaui yang di Barat. Ekspansi teritorial dari kekhalifahan Abbasiyah Arab selama waktu itu memberi para ulama Muslim jalan masuk ke pengetahuan yang luas termasuk dari peradaban kuno Yunani-Romawi, Bizantium, India, Mesir dan Persia yang menjadi sanggup diakses oleh para sarjana Barat hanya di Abad Pertengahan dan Awal Periode Modern.
Studi-studi selesai kurun ke-20 telah berusaha menempatkannya dalam tradisi Aristoteles dan Neoplatonik. Hubungannya dengan yang kedua yakni ambivalen: meskipun mendapatkan beberapa aspek kunci menyerupai kosmologi emanasionis, ia menolak epistemologi Neoplatonik dan teori jiwa yang sudah ada sebelumnya.
Namun, metafisikanya sangat bergantung pada sintesis "Amonnian" dari para komentator di kemudian hari perihal Aristoteles dan diskusi dalam teori aturan dan kalam perihal makna, penandaan dan keberadaan.
Selain filsafat, donasi Avicenna lainnya terletak di bidang kedokteran, ilmu alam, teori musik, dan matematika. Dalam ilmu-ilmu Islam ('ulum), Ibnu Sina menulis serangkaian komentar pendek pada ayat-ayat dan bab-bab Al-Qur'an tertentu yang mengungkapkan metode hermeneutis filsuf terlatih dan berusaha untuk berdamai dengan wahyu.
Pengetahuannya perihal obat-obatan dibawa ke perhatian Nuh ibn Mansur, Sultan Bukhara dari Pengadilan Samanid, yang ia diperlakukan dengan sukses.
Pada 997, Avicenna dipekerjakan sebagai dokter oleh Nun ibn Mansur, dan ia diizinkan untuk memakai perpustakaan sultan dan manuskrip langka yang memungkinkannya melanjutkan penelitiannya.
Pelatihan ini dan perpustakaan para dokter di pengadilan Samanid membantunya dalam pendidikan-sendiri filosofisnya. Perpustakaan kerajaan sultan dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia kurun pertengahan ketika itu.
Ibnu Sina juga menulis beberapa alegori sastra perihal nilai filosofisnya, beasiswa kurun ke-20 dan kurun ke-21, sangat bertentangan. Pengaruhnya di Eropa Abad Pertengahan menyebar melalui terjemahan karya-karyanya yang pertama kali dilakukan di Spanyol.
Di dunia Islam, dampaknya pribadi dan mengarah pada apa yang disebut Michot "la pandémie avicennienne." Ketika al-Ghazali memimpin serangan teologis terhadap bidat para filosof.
al-Ghazali menentukan Avicenna, dan satu generasi kemudian ketika Shahrastani mengatakan klarifikasi perihal doktrin para filosof Islam, al-Ghazali mengandalkan karya Avicenna, yang metafisika kemudian mencoba untuk membantah dalam perjuangannya melawan para filsuf (Musari'at al-falasifa).
Metafisika Avicennan menjadi dasar untuk diskusi filsafat Islam dan teologi filosofis. Pada awal periode modern di Iran, posisi metafisiknya mulai ditampilkan oleh modifikasi kreatif yang mereka alami alasannya yakni para pemikir dari sekolah Isfahan, khususnya Mulla Sadra (w. 1641).
Ibnu Sina menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Hamadan, di mana ia menyusun 'Canon of Medicine', yang merupakan salah satu buku paling populer dalam sejarah kedokteran.
Setelah janjkematian emir Hamadan, Avicenna menulis surat kepada penguasa Isfahan dan menunjukkan kepadanya pelayanannya. Ketika emir gres mengetahui perihal suratnya kepada penguasa Isfahan, ia memenjarakannya.
Dia alhasil dibebaskan dari penjara tetapi ia memutuskan untuk melarikan diri. Menyamar sebagai petapa Sufi, Avicenna, saudaranya, seorang mahasiswa dan dua budak meninggalkan kota dan datang di Isfahan pada tahun 1025.
Di Isfahan, filsuf Persia disambut hangat oleh penguasa kota. Dia menghabiskan 12 tahun terakhirnya dalam kedamaian yang relatif, melayani penguasa kota sebagai penasihat dan dokternya serta bekerja secara ekstensif di banyak sekali cabang pengetahuan. Dia meninggal alasannya yakni kolik yang parah pada 1037, berusia hanya 58 tahun.