[Album Review] A Lady From 'Modern Times' - Iu




Modern Times. Sebuah film layar lebar masa 1930-an yang diperankan oleh pemain film nyentrik, Charlie Chaplin. Ia dikenal lewat kiprahnya sebagai Chaplin the tramp dalam setiap film bisunya. Film ini berkisah perihal kehidupan sosial warga Amerika Serikat di tengah hangat gosip mengenai problem pekerja dan sistem Kapitalisme yang kuat pada nasib buruh disana kala itu. Nyaris 100 tahun kemudian menyerupai ingin menuangkan kerinduan, masa modern times dibungkus penuh harmoni oleh ex Korea’s ‘nation little sister’, IU.


IU pada awal kemunculannya menyerupai membawa pendengar musiknya bermain dalam sebuah taman fantasi. Gaya nya yang cute dengan vokal 4 oktaf  yang luar biasa selalu menciptakan aku takjub setiap mendengar beliau bernyanyi diiringi musik orkestra yang mewah; sebut saja dalam lagu last fantasy, you and I dan good day. Namun imej cute itu seolah gugur dalam album Modern Times. Lupakan music pop dance ala K-Pop, klasik dan iringan orkestra yang wah. Bersama musiknya, IU telah tumbuh menjadi perempuan cukup umur and become more classy dalam balutan musik Swing Jazz dan Bossa.

Musik jazz dengan irama vulgar dan bebasnya yang selalu lekat dengan sebutan musik kaum elite ini menyerupai pas untuk mewakili sosok perempuan cukup umur masa modern times yang digambarkan sebagai perempuan mapan yang mengerti fesyen, bergincu merah dan seksi. Dan dikala album modern times terdengar dengan bunyi IU yang badung dan menggoda, seketika latar berkembang menjadi hitam putih. Saya duduk sendiri dalam sebuah bar, berkembang menjadi perempuan dengan gincu merah diantara kerumunan laki-laki bertuksedo dan wanita-wanita dengan dress dan gincu merah menyalanya. Mereka beradu tawa, mungkin juga sembari menikmati segelas chardonnay. Ditengah-tengah kami, IU menyanyikan between the lips dilanjutkan dengan Everybody has secrets dengan berani.

Tiba-tiba sosok Chaplin the tramp muncul dalam lagu modern times. Kali ini ia tak membawa tongkatnya. Hanya bertepuk tangan gembira. Lagu ini menjadi salah satu lagu yang paling aku sukai. Dan hal yang aku tangkap dari lagu yang menyebut nama Mr. Chaplin pada bait liriknya ini ialah dalam suasana yang ceria sekalipun orang sanggup merindu diam-diam.

Pria yang duduk di seberang yang sedari tadi melempar senyum tampak mendekat. Sebelum tiba-tiba berbelok dan menghilang. Ketika merenungi laki-laki itu, the red shoes membawa aku ikut menghentak-hentakkan kaki. Lagu ini kemudian mengajak aku lari dari kesepian. Mungkin menyerupai berkaca atau sedang melihat pantulan diri sendiri. Saya perempuan yang lebih berani untuk jatuh cinta. Bukankah ditempat menyerupai ini laki-laki dan perempuan boleh jatuh cinta dalam sekali pandang? Mungkin the red shoes akan membawa aku padanya. Hentakan impulsif yang muncul dari saxophone terus menciptakan aku melangkah, semakin cepat. Mungkin jatuh cinta biasa se-spontan itu.

Pada lagu-lagu berikutnya, aku menyerupai berkomunikasi dengan piano, gitar, drum, saxophone, atau sekedar bunyi bisikan. Lagu lainnya membiarkan aku ikut larut dalam suasana  Amerika, perancis atau venice pada tahun 1930-an. Siapa yang tau ada rasa kehilangan di setiap petikan gitar Love of B. Seperti sebuah rasa yang aus alasannya ialah kedaluwarsa – atau sanggup jadi bosan. 

IU menyerupai menyuguhkan sebuah drama berkelas dalam Modern Times. Mendengarkan keseluruhan lagunya menyerupai menyaksikan perempuan cukup umur merayakan patah hati dengan hening dan elegan. Seperti Obliviate yang serupa mantra untuk melupakan luka. Serangkaian lagunya terus berulang – Nakal dan spontan!


Sumber https://profilbintangdunia.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel